
Ketika kendaraan sudah menyerah
oleh lintasan perjalanan berikutnya harus di tempuh dengan berjalan kaki. Kendaraan
bisa dititipkan dirumah warga disekitaran situ, dan jika tidak menemukan rumah
penduduk, bisa ditinggal saja di pinggir jalan. Perjalanan dengan berjalan kaki
ini melalui tepian gunung yang cukup terjal, pematang sawah serta jembatan
gantung. Tetapi keindahan alam desa ini mampu memberikan energi baru untuk
tetap melangkah.
Jika telah sampai kedusun
Cindakko desa bontosomba, kalian akan mendapatkan sambutan ramah dari warga
desa disana. Tak jarang dengan senang hati kalian akan dipersilahkan untuk naik
beristirahat diatas rumah-rumah mereka. Kalian bisa juga bisa melihat keindahan
desa ini yang dikelilingi oleh hijaunya pegunungan. Dibawah terlihat
sungai-sungai yang mengalir jernih yang menambah keindahan panorama alam desa
ini.
Sedikit melirik keatas, kalian
akan melihat sebuah bangunan kecil diatas bukit. Ukurannya tidak lebih dari
4x3meter. Yah itu merupakan satu-satunya sekolah yang ada di desa ini. jumlah
anak-anak usia sekolah yang tercatat didesa ini sekitar 60an siswa. Dan bisa
terbayang bagaimana bangunan seluas itu diisi sekitar 60 siswa. Sesak, mungkin
iyya, tapi tidak bagi mereka. Semangat belajarnya mengalahkan semuanya bahkan
tak peduli dengan kondisi sekolah. Anak-anak disini ada yang menempuh
perjalanan 3-5 kilometer untuk menuju sekolah, tentu saja dengan melalui
perbukitan terjal yang menguras banyak energi.
Semangat belajar anak-anak didesa
ini memang sangat tinggi, apalagi keadaan orang tua mereka yang hanya
berprofesi sebagai petani di ladang lereng gunung, ada juga sebagai pencari
madu di hutan dan juga sebagai pembuat gula merah. Dari segi pendidikan sungguh
memprihatinkan. Ada sekitar 90% lebih penduduk didesa ini tidak pernah
mengenyam bangku pendidikan, bahkan tidak sedikit diantara mereka juga tuna
aksara.
Juga yang menjadi masalah didesa
ini tidak tersedianya tenaga pengajar yang mampu mendidik anak-anak didesa ini.
disekolah ini hanyaada 1 guru untuk semuanya. Perjuangan guru ini juga tidak
mudah, perlu waktu 3 jam berjalan kaki agar bisa sampai kesekolah tempatnya
mengajar. Belum lagi di musim-musim panen tiba, guru yang bernama pak Azis ini
harus mengorbankan sejenak profesinya sebagai guru, mengurusi sawahnya demi
kelangsungan hidupnya.
Berikut ungkapan hati anak-anak
dari dusun cindakko :
“Haloo kakak-kakak, Kenalkan kami anak-anak dari dusun Cindakko desa
BontoSomba Kec. Tompobulo kabupaten Maros. Kami tinggal di pelosok desa yang
dikeliling oleh pegunungan. Untuk menjangkau desa kami tidak mudah kak,
dibutuhkan tenaga extra, dan kaki yang kuat, karena harus berjalan kaki
melintasi jalan-jalan tepian gunung yang terjal. Tapi jangan kuatir kak, mata
kakak akan dimanjakan dengan hijaunya alam desa kami. Juga warga desa kami
semuanya ramah kak, malah kakak dapat sambutan terbaik jika berkunjung kedesa
kami.
Oh ya kak, didesa kami cuma ada
1 sekolah, lokasinya diatas bukit yang agak tinggi. Tapi itu tidak ada
apa-apanya bagi kami. Karena kami sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu. Bahkan
teman-teman kami yang lainnya ada yang berjalan 3-5 kilometer melewati
perbukitan menuju sekolah kami. Sekolah kami tidak seperti yang kakak pikirkan,
sekolah kami hanya memiliki panjang 4 meter dan lebar 3 meter. Naah Persis
seperti apa yang kakak bayangkan, kira-kira sedikit sempit daripada satu kelas
di tempat kakak. Tapi tidak bagi kami kak, itu sudah tempat yang luas bagi kami
kak, seluas impian kami untuk meraih cita-cita. Kalau kakak bertanya masalah
lapangan sekolah, atau lapangan upacara, kami beri tahu bahwa disamping sekolah
kami cuman ada lapangan yang luasnya 2x2 meter tanpa tiang bendera. Betul kak,
kami tidak pernah melaksanakan upacara. Tapi bukan berarti kami tidak cinta
Indonesia. Kami semua sudah hafal kak lagu Indonesia raya ciptaan WR. Supratman
itu.
Kami punya seorang guru, namanya
pak Azis yang dengan senang hati mengajari kami. Tapi Jarak rumah pak Azis
kesekolah sangat jauh kak. Kalau berjalan kaki 3 jam baru sampai kesekolah.
Kami sangat maklumi kalau kami harus menunggu pak azis berjam-jam untuk bisa
mendapat pelajaran dari beliau. Kami juga sangat maklum jika pak Azis tidak
datang untuk mengajar kami. Tapi ada satu lagi yang orang berhati mulia yang
mau datang mengajari kami. Namanya kak Taufik, dia adalah relawan yang
dikirimkan tuhan untuk anak-anak di desa kami. Kakak yang satu ini biasa
menetap selama sebulan untuk mengajari kami. Tapi kesibukannya juga membuat kak
taufik biasa pulang ke Makassar. Kadang kami tidak bersekolah karena tidak ada
guru yang mengajari kami. Kami hanya bisa melihat sekolah kami dari kejauhan,
dari balik bukit, bahkan kami berjalan jauh hanya untuk melihat dari kejauhan
sekolah kami.
Jadi kalau kami boleh bertanya, KAPAN
KAKAK-KAKAK BERKUNJUNG KESINI... ??”